Keutamaan Shalat Tarawih
KEUTAMAAN SHALAT TARAWIH
Pertanyaan.
Apa keutamaan shalat tarawih?
Jawaban
Alhamdulillah
Pertama: Shalat tarawih merupakan sunah yang sangat dianjurkan menurut kesepakatan jumhur ulama, dan dia termasuk qiyamullail, yang banyak disebutkan dalil-dalilnya dalam Al Kitab dan As Sunnah dan terdapat pula anjuran dalam pelaksanaan qiyamullail serta penjelasan akan keutamaannya yang sebelumnya telah disebutkan sebagiannya pada soal no. 50070.
Kedua: Qiyam Ramadan atau mengisi malam-malam Ramadan dengan mendirikan Shalat merupakan ibadah yang paling agung dan kesempatan seorang hamba mendekatkan dirinya kepada Allah di bulan yang mulia ini.
Al-Hafidz Ibnu Rajab berkata, “Ketahuilah sesungguhnya dikumpulkan bagi seorang mukmin di bulan Ramadhan dua jihad sekaligus bagi dirinya; Jihad untuk berpuasa di waktu siang, dan jihad di waktu malam untuk menghidupkan malam dengan Qiyamullail. Maka barangsiapa yang menghimpun dua jihad ini sekaligus akan diberikan pahalanya dengan tanpa ada batasan”
Terdapat sebagian hadits-hadits khusus yang sangat menganjurkan untuk melaksanakan qiyam Ramadan ini dan menjelaskan akan keutamaan-keutamaannya, diantaranya adalah apa yang diriwayatkan oleh Bukhari, no. 37 dan Muslim, no. 759.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu sesungguhnya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa yang melaksanakan qiyam Ramadan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala kepada Allah, akan diampuni baginya dosa-dosanya yang telah lalu.”
Yang dimaksud dengan مَنْ قَامَ رَمَضَان adalah mendirikan shalat pada malam-malam Ramadhan.
Maksud dari ungkapan إِيمَانًا adalah meyakini dengan sepenuhnya kepada janji Allah akan pahala yang telah disiapkan.
Maksud dari ungkapan وَاحْتِسَابًا adalah hanya mengharap pahala semata tidak ada tujuan yang lain baik itu riya’ dan yang sejenisnya.
Adapun maksud dari ungkapan غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبه maka beberapa Ulama menyebutkan: Ibnul Mundzir berkeyakinan bahwa yang diampuni adalah mencakup semua dosa kecil dan semua dosa besar, akan tetapi Imam An Nawawi berkata, “Yang dinyatakan oleh para ulama bahwa yang dimaksud dengan dosa di sini adalah dosa-dosa kecil saja tidak termasuk dosa-dosa besar. Sebagian dari mereka berkata, ‘Dosa-dosa besar akan diperingan selama dosa-dosa kecil tidak dilakukan secara sengaja dan terus-menerus.’ [Fathul Bari]
Ketiga: Sudah sepatutnya seorang mukmin menjaga dan bersungguh-sungguh dalam melaksanakan ibadah sepuluh malam terakhir di bulan Ramadan lebih banyak dan melebihi malam-malam yang lainnya, karena di sepuluh malam yang terakhir inilah terdapat malam Lailatul Qadar yang Allah telah mengabadikannya dalam firman-Nya:
لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ
“Malam lailatul qadar adalah lebih baik dari seribu bulan.” [Al-Qadar/97: 3]
Terdapat riwayat yang menerangkan tentang pahala menghidupkan malam lailatul qadar yaitu sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa sallam:
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa yang menghidupkan malam lailatul qadar dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lampau” [HR. Bukhari, no. 1768 dan Muslim, no. 1268].
Atas dasar inilah
كَانَ رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْتَهِد فِي الْعَشْر الأَوَاخِر مَا لا يَجْتَهِد فِي غَيْرهَا
“Rasulullah Shallallahu Alaihi wa sallam bersungguh-sungguh dalam menghidupkan malam sepuluh hari terakhir sesuatu yang tidak beliau lakukan pada malam-malam selainnya.” [HR Muslim, no. 1175]
Dan diriwayatkan oleh Imam Bukhari, no. 2024, dan Muslim, no. 1174,
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ : كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ
Dari Aisyah Radliyallahu Anha dia berkata, “Adalah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam apabila telah memasuki sepuluh malam yang terakhir, beliau mengencangkan ikat pinggangnya atau sarungnya, menghidupkan malam harinya, dan membangunkan keluarganya.”
Maksud dari دَخَلَ الْعَشْرُ adalah, “Apabila telah memasuki sepuluh malam yang terakhir di bulan Ramadan.
Maksud dari شَدَّ مِئْزَرَهُ ada yang mengatakan sebagai ungkapan kesungguhan dalam beribadah. Ada yang mengatakan sebagai ungkapan menjauhi para Istri beliau, dan bisa jadi maksudnya dua pengertian tersebut sekaligus.
Maksud dari وَأَحْيَا لَيْلَهُ adalah beliau mengurangi tidur di malam sepuluh hari terakhir dan menghidupkannya dengan melaksanakan ketaatan seperti shalat dan lainnya.
Adapun maksud dari وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ adalah beliau membangunkan anggota keluarga beliau untuk melaksanakan shalat malam.
Imam An Nawawi berkata,
فَفِي هَذَا الْحَدِيث : أَنَّهُ يُسْتَحَبّ أَنْ يُزَاد مِنْ الْعِبَادَات فِي الْعَشْر الأَوَاخِر مِنْ رَمَضَان , وَاسْتِحْبَاب إِحْيَاء لَيَالِيه بِالْعِبَادَاتِ
“Dalam hadits ini terkandung pengertian sangat dianjurkan menambah ibadah-ibadah di sepuluh hari terakhir di bulan Ramadan, dan sekaligus anjuran untuk menghidupkannya dengan berbagai macam ibadah”
Keempat: Patut menjaga qiyam Ramadhan dalam berjamaah, dan tetap bersama dan mengikuti Imam hingga berakhirnya shalat, karena dengan demikian ia akan memperoleh keberuntungan mendapatkan pahala melaksanakan qiyamullail sepanjang malam, meskipun ia tidak melaksanakannya sepanjang malam melainkan hanya waktu-waktu yang tertentu saja, karena Allah Ta’ala Mahamemiliki Keutamaan yang amat agung.
Imam An Nawawi rahimahullah berkata:
اتَّفَقَ الْعُلَمَاء عَلَى اِسْتِحْبَاب صَلاة التَّرَاوِيح , وَاخْتَلَفُوا فِي أَنَّ الأَفْضَل صَلاتهَا مُنْفَرِدًا فِي بَيْته أَمْ فِي جَمَاعَة فِي الْمَسْجِد ؟ فَقَالَ الشَّافِعِيّ وَجُمْهُور أَصْحَابه وَأَبُو حَنِيفَة وَأَحْمَد وَبَعْض الْمَالِكِيَّة وَغَيْرهمْ : الأَفْضَل صَلاتهَا جَمَاعَة كَمَا فَعَلَهُ عُمَر بْن الْخَطَّاب وَالصَّحَابَة رَضِيَ اللَّه عَنْهُمْ وَاسْتَمَرَّ عَمَل الْمُسْلِمِينَ عَلَيْهِ,
“Para Ulama bersepakat akan sangat dianjurkannya Shalat Tarawih, dan mereka berselisih pendapat dalam hal; manakah yang paling utama dalam qiyamullail itu apakah dilaksanakannya secara pribadi di rumahnya ataukah dengan berjamaah di masjid? Imam Syafi’i dan para jumhur sahabatnya, Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad dan sebagian madzhab Maliki serta yang lainnya berkata, ‘Yang paling utama adalah pelaksanaan shalatnya secara berjamaah sebagaimana yang dilakukan oleh Umar bin Khatthab dan para Sahabat Radliyallahu anhum, dan kaum Muslimin mengikuti dan melanjutkannya sampai saat ini.”
Diriwayatkan oleh Imam Turmudzi, no. 806
عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ : قال رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ
Dari Abu Dzar dia berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda ” Barangsiapa yang melaksanakan Qiyam Ramadan bersama dengan Imam hingga ia beranjak (pergi meninggalkan masjid) maka dicatat baginya qiyamullail sepanjang malam).” [Disahihkan oleh Al Albani dalam Shahih At Turmudzi].
Wallahu A’lam
Disalin dari islamqa
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/15567-keutamaan-shalat-tarawih.html